Hmmm flash back ke tahun 2006, ketika aku masih memakai armor putih abu-abu, tepatnya kelas 3 SMA. Yoyoi ini cerita tentang senyum sang murderer (baca : murderer itu artinya pembunuh, di kamus bilangnya gitu) yang pernah menghantuiku sampai sekarang. Lalu siapa sebenarnya sang murderer itu?? Matte yo, gaman kudasai (tunggu dulu, sabar atuh) anda tidak perlu terburu2 begitu :p
Sebenarnya pertama kali bertemu dengan sang murderer itu saat masih duduk di kelas 2, dia adalah Guru Kimia, seorang perempuan bernama Ibu Aini.
Lalu kenapa Ibu Aini disebut murderer?? Apa beliau seorang pembunuh?? Yare yare, mattaku (eehhh, seriously) aku bilang kan sabar dulu. Correct, beliau adalah seorang pembunuh dimata semua murid pada umumnya, Guru Killer hahahaha.
Perlu anda tau, seperti halnya naruto, dulu aku merasa tidak diakui keberadaanku. Tak banyak materi, wajah pas-pasan, bukan seorang yang
Point?? Tepat, orang yang tidak pintar mensyukuri nikmat Allah akan berpikir bawa dia tidak diakui.
Oke kembali lagi ke sang murderer. Waktu kelas 2 aku pernah dihukum oleh beliau, aku ketahuan makan kwaci yang kutaruh di laci mejaku, lalu beliau menyuruhku makan kwaci di depan kelas, bayangkan saja betapa malunya ahahahaha :p
Kemudian aku masih ingat ketika penghapus papan tulis itu mendarat tepat di kepalaku, gara-gara aku tidur pada saat pelajarannya. Beliau sepertinya mantan pemain basket dan spesialis dalam 3 point (seperti halnya Hisashi Mitsui dalam film Slam Dunk), padahal saat itu aku berada di bangku belakang paling pojok, tapi lemparan 3 point beliau dari depan kelas tetap saja tepat sasaran.
Aku dan beliau dipertemukan lagi di Kelas 3, tapi berbeda formasi, karena kelas 3 sudah penjurusan, yang artinya teman-temanku berasal dari kelas lain juga. Karena aku sudah terbiasa, hmmm boleh dibilang mencuri start mengenal lebih dulu dengan beliau, aura murderer beliau tidak bereaksi terhadap aura jiwaku (baca lagi : sudah kebal). Tapi hari pertama tatap muka dengan beliau sebagai anak kelas 3, aku sudah kena semprit.
“kamu lagi, kamu lagi. . .sebenarnya tuh anaknya pintar, tapi cerewetnya minta ampun”, kata beliau, itu gara-gara aku mengobrol dengan teman sebangkuku membahas pertandingan bola.
Lalu sebuah tragedi terjadi, tragedi yang mematahkan sebuah kutukan murderer tersebut. Beliau memberikan PR, dan tradisi beliau adalah menghukum setiap anak yang tidak mengerjakan PR dengan menyuruh mereka mengerjakan secara langsung diluar kelas. Tidak ada rencana apa-apa sih sebenarnya di otakku, tapi, pada saat mau dikumpulkan PR-nya. . .
Aku : Mmm. . .Buuuuu. . .mau tanya boleh ga Buuuu?? (tanpa ekspresi)
Bu Aini : Mau tanya apa kamu?? (nada menekan, aura membunuhnya level up)
Aku : Anu Bu. . .hmmm
Bu Aini : Kamu mau tanya apa?? Katakan yang jelas!! (ini efek karena terlalu sensi terhadapku)
Aku : Begini Buu. . .apa orang yang belum berbuat itu boleh di hukum???
Bu Aini : (terdiam sejenak) Tentu saja tidak boleh, bagaimana mungkin menghukum orang yang belum berbuat apapun!!
Aku : Begitu ya. . .(nyengir)
Bu Aini : Jangan menyepelekan saya (don’t underestimate me), memang apa hubungannya dengan pelajaran saya!!
Aku : Anu Buuuu. . .saya belum buat PR :p jadi tidak boleh dihukum ya??
Bu Aini : Dasar kamu. . .(senyumnya mengembang tanpa sadar)
Suasana kelas yang biasanya hening setiap pelajarannya berubah riuh. Ada yang teriak “waaaaaaaah cooooool”, ada lagi yang bilang “ibu cantik ya kalau tersenyum”, bahkan ada yang bilang aku gila hahahaha. Kemudian Bu Aini memanggilku kedepan, untuk mengerjakan salah satu soal PR itu di papan tulis, tenang saja, aku sebenarnya sudah mengerjakannya. Beliau mengusap kepalaku ketika aku mau kembali duduk, sepertinya gemas sekali padaku.
Sejak saat itu kutukan murderer hilang tersapu senyum yang sangat sangat sangat manis dari beliau. . .Alhamdulillah
Tersenyumlah wahai saudara saudariku, karena senyum adalah salah satu hiasan nyata dunia ^____^ keep smile. . .!!!